By:
Rahmat Efendi
01 Desember 2015
APA YANG KITA TANGISI SEKARANG?
Blieve it or not, salah satu indikator kekuatan umat itu ada pada kapan dan mengapa mereka menangis. Di puncak keterpurukan umat saat ini, orang menangis karena kursi yang diidamkan lepas dari tangan. Investasi yang digadang-gadangnya ternyata mengalami kerugian, kekasih yang dicintainya – diambil orang dan berbagai alasan sepele lainnya. Kapan terakhir kalinya kita menangis ketika melihat perpecahan di tengah umat ?, ketika keimanan hilang dari pendidikan generasi muda kita ? ketika kita melihat kelaparan? dan perbagai alasan lain yang lebih essential ?
Ada pelajaran menarik dari tahun-tahun terakhir menjelang kejatuhan Islam di Andalusia. Ratu Isabella – penguasa salib rajin menyebar mata-mata ke seluruh penjuru untuk menganalisa kekuatan dan kelemahan kaum muslimin – semacam kita membuat SWOT Analysis sekarang ! Hasil dari SWOT analysis-nya inilah yang nantinya akan digunakan untuk menentukan kapan waktu terbaik untuk menyerang kaum muslimin.
Salah satu mata-mata terbaik mereka kemudian memasuki kota terakhir yang masih dikuasai kaum muslimin. Dia menjumpai anak kecil berusia 8 tahun yang lagi menangis tersedu-sedu sendirian. Dia dekati dan bertanyalah sang mata-mata :
“Apa yang membuatmu menangis nak ?” tanya si mata-mata.
Anak kecil itu menjawab : “Biasanya aku melempar dengan satu batu ini dan aku mendapatkan dua burung sekaligus. Tapi kali ini aku melempar dengan satu batu hanya mendapatkan satu burung dan yang satunya berhasil terbang”.
“Bukankah itu sudah lumayan ?” tanya si mata-mata.
Anak kecil itupun langsung membantahnya : “ Tidak, karena kalau negeri ini dimasuki oleh tentara musuh dan aku hanya punya satu tombak, dan aku hanya bisa membunuh satu musuh sedangkan yang lain membunuhku, maka aku akan menjadi celah masuknya musuh Islam ke negeri ini. Aku tidak mau demikian itu terjadi”.
Mendengar jawaban anak kecil itu si mata-mata kaget bukan kepalang. Karena bila anak kecilnya saja seperti ini, lantas seperti apa bapaknya ? seperti apa pula paman-pamannya ? Si mata-mata-pun kemudian menulis surat ke ratunya dan mengabarkan : “ Bukan sekarang waktu yang tepat untuk menyerang negeri kaum muslimin ini”.
Kemudian 20 tahun berselang ketika mata-mata yang sama kembali memasuki kota yang sama pula. Di gerbang kota itu dia jumpai seorang pemuda yang lagi menangis tersedu-sedu sendirian. Saat itu waktu sudah mulai senja, dan sang mata-mata-pun bertanya :
“Apa yang membuatmu menangis anak muda ?”
Anak muda itupun menjawab : “Aku sedang menunggu kekasihku yang janji berjumpa di tempat ini sebelum dhuhur. Sekarang sudah menjelang terbenam matahari dia belum juga datang. Saya kawatir terjadi apa-apa dengannya”.
Mata-mata itupun gembira mendengar jawaban ini, segera dia menulis laporan intelijennya yang singkat ke sang ratu : “Sekarang waktunya untuk menyerang kaum muslimin !”.
Kita bisa berkaca sekarang, apakah tangisan-tangisan kita seperti tangisan anak kecil tersebut di atas ? atau tangisan si pemuda ? maka itulah kondisi umat saat ini. (ust. Muhaimin Iqbal)